Category Archives: Taujih

Refleksi Pengorbanan di Hari Idul Qurban

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar

Lailahailallahu Allahu Akbar

Allahu Akbar Walillahilham

       Gema takbir kembali berkumandang di seantero jagad, sahut menyahut bak irama melodi yang indah. Masjid ke masjid seakan-akan berlomba untuk mengumandangkan kalimat takbir. Tua muda kaya miskin laki perempuan semuanya larut dalam kegembiraan suasana yang hanya setahun sekali bisa dirasakan. Ya, kita telah dipertemukan kembali dengan Hari Raya Idul Adha.

       Idul Adha adalah momen bertemunya 2 peristiwa besar dalam Islam yaitu Ibadah Haji dan juga Ibadah Qurban itu sendiri. Kedua Ibadah tersebut yang jika runut ke jauh kebelakang semuanya adalah bertujuan untuk meneladani kisah keimanan dan keikhlasan Nabi Ibrahim As dan juga keluarganya. Serangkaian ibadah Haji merupakan napak tilas kisah Nabi Ibrahim As dan keluarganya dalam rangka mendekatkan diri dengan Allah.

       Bermula dari diperintahkannya Nabi Ibrahim As untuk membawa istrinya Siti Hajar dan juga anaknya yang baru saja dilahirkan setelah menunggu dalam waktu yang lama, Nabi Ismail As ke sebuah tempat yang tak berpenghuni, yang kelak menjadi pusat peribadahan kita umat Islam. Nabi Ibrahim meninggal anak dan istri di daerah mekkah yang saat itu hanya berupa padang pasir tandus tanda ada kehidupan di sekililingnya. Sebuah pengorbanan dan keikhlasan yang sangat besar dilakukan Nabi Ibrahim yang demi mendapatkan cinta dari Sang Maha Pencipta merelakan keluarganya tinggal di daerah tandus. Setelah menempatkan istri dan anaknya, Nabi Ibrahim kembali kemudian meninggalkan mereka berdua dan kembali ke negeri Syam.

       Di Mekkah, di padang pasir yang tandusitu, Siti Hajar kebingungan sendiri mencari air untuk bayinya , Ismail yang terus menangis karena kehausan. Padahal air susunya sudah habis. Maka berlarilah Siti Hajar kesana kemari tanpa arah tujuan. Berkali-kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah, tetapi tidak mendapatkan hasil. Namun, Allah tidak menyia-nyiakan hambanya yang bertaqwa. Dengan izin Allah , dari kaki bayi Ismail yang merentak-merentak itu tiba-tiba muncul mata air dari dalam pasir dengan derasnya. Segera Siti Hajar minum sepuasnya dari sana. Maka air susunya pun keluar lagi dan Ismail dapat disusuinya.

       Mata air itu semakin lama makin berlimpah. Dan Jibril berkata kepada air itu : “Zam-zam (berkumpulah).” Maka dengan izin Allah , mata air itu mengumpul. Sejak saat itu , hingga saat ini , mata air ini tidak berhenti mengalir dan tidak berhenti mengeluarkan airnya dan dinamakan air Zam-zam. Peristiwa berlari-larinya Siti Hajar antara bukit Shafa dan Bukit Marwah akhirnya dijadikan salah satu rukun haji yaitu Sa’i.

       Cerita Pengorbanan nabi Ibrahim berlanjut ketika anaknya, Ismail sudah beranjak besar dan bisa berjalan, sang ayah berkata kepada anaknya bahwa ia bermimpi menyembelihnya sebagai kurban. Ibrahim lalu meminta pendapat kepada anaknya. Sang anak menjawab agar mimpi itu dilaksanakan. Ia akan tetap menjadi sabar dan tabah. Setelah keduanya berserah diri kepada Allah dan sang anak sudah menerimanya dengan ikhlas, kemudian berangkatlah Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail ke Mekkah, tempat diperintahkannya untuk menyembelih anaknya. Disepanjang perjalanan ganggauan demi gangguan dari Syaitan menggoda nabi Ibrahim dan keluarganya. Mulai dari digodanya nabi Ibrahim, berlanjut ke Siti Hajar sang ibu dari Ismail, dan juga nabi Ismail sendiri. Semua bertujuan untuk membatalkan niat nabi Ibrahim As dalam rangka menjalankan perintah Allah. Namun, Nabi Ibrahim sudah bertekad bulat untuk menjalankan azamnya dengan menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya. Di sepanjang perjalanan melempari syaitan-syaitan yang menggodanya dengan kerikil-kerikil. Kisah ini akhirnya diabadikan dalam kegiatan Ibadah Haji yaitu lempar Jumroh sebagai symbol perlawanan terhadap godaan syaitan. Ketika sudah sampai di Mekkah, Nabi Ibrahim kemudian merebahkan puteranya nabi Ismail di tempat penyembelihan. Dan ketika hendak akan menggoreskan parangnya pada leher nabi Ismail, suatu mukjizat dari Allah datang. Allah menggantinya dengan seekor kambing memerintah nabi Ibrahim untuk menyembelihnya. Dari inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat islam pada tiap hari raya Idul Adha di seluruh dunia.

       Dua Peristiwa besar kisah Nabi Ibrahim dan keluarganya diatas mengajarkan kepada kita tentang pentingnya sebuah nilai pengorbanan dalam memperoleh hasil yang besar. Yang pertama, kurban adalah pengorbanan demi membela tauhid. Memang, kurban ini wujudnya berupa hewan yang secara simbolis dipersembahkan kepada Tuhan. Tapi kongretnya seperti yang sudah dijelaskan di Al-qur’an, “yang sampai kepada Allah bukan daging dan darahnya, melaikankan ketakwaan (Q.S al Hajj : 37). Ketakwaan yang menjadi salah satu syarat tersebut tak lain adalah kecintaan kepada Tuhan dan itu menuntut juga untuk mencintai sesama manusia dengan segala perbuatan baik.

       Disini, kita diuji dalam arti lahir untuk selalu menyantuni masyarakat yang tidak mampu. Begitu juga kita diuji dalam arti batin untuk selalu bersikap sabar dan tabah. Bahkan, secara simbolis anak yang merupakan curahan cinta kasih sayang ibu dan bapak pun harus dikorbankan demi meraih kecintaan yang Hakiki dengan membuang jauh-jauh sikap egoism, mementingkan diri sendiri, keluarga, harta, pangkat, jabatan, dan keturunan. Rangkaian ibadah haji sendiri sesungguhnya memberi arti dalam pengertian kehidupan agama dan sosial. Nilai-nilai dari ibadah itu sekali lagi menunjukkan bahwa untuk mencapai puncak Kecintaan kita kepada sang Robb kita mesti berkorban secara rohani, materi dan fisik.

       Lantas, kita sebagai mahasiswa yang (ngakunya) Organisatoris, sudahkah kita memberikan pengorbanan kita secara maksimal? Sudahkah kita berkorban secara rohani, materi dan fisik kita untuk memajukan gerak dakwah ini? Ketika kita dihadapkan disituasi yang sangat sulit, masihkan kita mau mengorbankan hal terpenting dalam hidup kita untuk mencapai tujuan yang lebih besar seperti yang dicontohkan nabi Ibrahim As dan keluarganya? Tentulah hanya kita sendiri dan Allah yang Maha Mengetahui yang bisa menjawabnya.

       Kita sebagai pemuda Islam sudah waktunya memaknai momen Idul Adha ini sebagai langkah awal peningkatan lahir dan batin. Kita menjadi semakin sadar akan makna pengorbanan, karena manusia hidup pasti akan senantiasa dihadapkan pada kondisi yang mengharuskan kita untuk berkorban. Perintah berkurban di Idul Adha ini sesungguhnya menyodorkan idealisme dan realisme dalam kehidupan kita. Apalagi saat ini negeri kita tengah menghadapi banyak persoalan social, politik, kemanusiaan dan keagamaan yang menantang untuk melahirkan jiwa-jiwa “pengorbanan” kita. Sebuah kondisi yang pelik inilah yang membuat kita semakin merasakan betapa pentingnya pengorbanan demi kemanusiaan. Dengan menempatkan “Roh Pengorbanan” di setiap aktivitas dakwah, kita berharap akan terjadi sebuah perubahan kearah yang lebih baik lagi. Dengan mengedepankan “roh pengorbanan” pula, kita berharap bisa mencapai cita-cita besar Indonesia Madani.

Wallahu a’lambishawwab

Muhammad Fachrurrozi

KAMMI Sang Pemberani

Kami adalah orang-orang pemberani. Hanyalah Allah yang kami takuti. Tidak ada satu makhluk pun yang bisa menggentarkan hati kami, atau membuat kami tertunduk apalagi takluk kepadanya. [Kredo Gerakan KAMMI]

Keberanian merupakan modal sekaligus ciri khas para pahlawan. Sepanjang sejarah, hanya keimanan yang bisa melahirkan keberanian tanpa banding. Mari kita tengok ke sejarah, tatkala Ali ra harus tunduk pada komando Rasulullah tinggal di rumahnya menggantikan Rasulullah untuk tidur di ranjang beliau, sementara Rasul dan Abu Bakar menyelinap berangkat hijrah ke Madinah. Di luar rumah, puluhan penjagal sudah siap dengan pedang dan tombak terhunus. Toh, Ali tetap mentaati amanah yang diberikan Rasulullah kepadanya. Padahal usia Ali pada waktu itu hanya belasan tahun. Itulah namanya keberanian.

Menjadi pemberani bukan berarti sama sekali tidak punya rasa takut. Berani dan takut merupakan sifat dasar manusia. Continue reading KAMMI Sang Pemberani

Syahrut Tarbiyah Pasca Ramadhan

Alhamdulillah, sebulan bersama Ramadhan sudah berlalu. Ada sebagian kaum muslimin senang, karena tradisi menahan lapar dan haus selesai. Mereka merayakan kesudahan berpuasa bagaikan seorang anak kecil yang menganggap puasa sekedar bicara lapar dan haus.

Bagi mereka, kesudahan berpuasa menjadi impian terindah. Tidak heran, ketika akhirnya puasa menjelang akhir yang diributkan bukan bagaimana menghabiskan sepuluh hari terakhir dengan itikaf. Mereka lebih berpikir apakah baju lebaran sudah dibeli dan apakah uang THR sudah turun. Continue reading Syahrut Tarbiyah Pasca Ramadhan

Songsong Era Baru Dakwah dengan Semangat Keikhlasan

Catatan Perjalanan…….

Segala puji hanya milik Allah swt, Tuhan Pemilik kerajaan langit dan bumi
Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabiyyullah, Rasulullah Muhammad saw, beserta para keluarga, sahabat dan segenap pengikutnya yang senantiasa istiqomah hingga hari pembalasan kelak.

Kepada seluruh ikhwah terimalah salam keselamatan dari Islam,
Assalaamu’alaikum Warahamtullahi Wbarakatuh

Proses kaderisasi dan regenerasi dalam dakwah merupakan suatu keniscayaan, karena dakwah itu sendiri memiliki umur yang panjangnya jauh melebihi umur para da’inya. Pangkalnya sudah amat jauh ditinggalkan sedangkan ujungnya pun belumlah tampak. Dibutuhkan kesabaran dan ketulusan yang luar biasa tak terbatasnya untuk memikul seluruh beban dakwah ke depan. Tidak kalah penting adalah pemahaman yang paripurna akan fikroh dakwah yang menjadi manhaj gerakan, keistiqomahan serta jiddiyyah yang mantap untuk berada dalam sebuah jama’ah dakwah dengan segala dinamika yang ada di dalamnya. Hanya para da’i yang ikhlaslah yang mampu mengarungi lika-liku jalan dakwah ini. Ikhlas mengorbankan sepenuh jiwa, raga dan hartanya sebagai persembahan terbaik kepada Allah.

Amatlah besar kenikmatan yang Allah berikan kepada para hamba-hambaNya yang terpilih sebagai para penerus estafet dakwah. Di saat sebagian besar manusia melakukan tindakan yang bertentangan dengan kehendak Allah, Allah menunjuk mereka sebagai bagian dari Khoiru Ummat yang dikeluarkan sengaja oleh-Nya untuk seluruh umat manusia dengan tugas amar ma’ruf nahi mungkar dan mengajak mereka semua bersama-sama mengimani Allah sebagai Tuhan yang Esa.

Ikhwah sekalian, amanah dakwah yang sekarang kita emban baik di kampus, sekolah, masyarakat, maupun keprofesian belumlah menjamin bahwa kita termasuk orang-orang soleh, ahli syurga. Memang amanah ini Allah yang memberikannya, namun ujian sebenarnya adalah seberapa handal kita dalam menuntaskan amanah tersebut dengan segenap usaha yang kita persembahkan. Justru di sini letak seberapa ikhlas kita menjalankan amanah tersebut. Tentunya kita tidak berharap kita menjadi bagian dari orang-orang yang tasaquth fi thoriqud dakwah (bergururan di jalan dakwah), atau para penumpang gelap yang hanya ingin mencari keuntungan duniawi dalam dakwah. Atau mereka yang justru jadi virus penyakit yang menjangkit dalam tubuh jama’ah dan mengkroposinya dari dalam. Maka, ikhwah sekalian, buktikan kepada Allah, Rasul dan orang-orang beriman bahwa kita memang layak mengemban amanah tersebut. Buktikan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan, semata-mata menghirap keridhoanNya. Bukankah satu-satunya alasan Iblis tidak berani menggoda manusia adalah ketika manusia itu memiliki hati yang ikhlas? Maka tumbuh suburkanlah ia dalam jiwa kita, Kemudian biarlah Allah sebut nama-nama kita di langit untuk dibanggakanNya kepada seluruh malaikatNya, bahwa masih ada hamba-hambaNya yang tetap ikhlas untuk taat kepadaNya dan dengan keikhlasannya itu mereka mempersembahkan karya terbaiknya untuk Islam.

Mereka yang tidak ikhlas sepenuh hati dalam dakwah ini akan ada saja alasan untuk lari dari tugas-tugas dakwah. Akan ada saja alasan yang dibuat untuk tidak berangkat memenuhi seruan. Namun ketika mereka diiming-imingi kenikmatan dunia, mereka menyambutnya dengan penuh suka cita. Bagi mereka yang masih tersirat niatan-niatan lain selain mencari keridhaan Allah, atau bahkan mengambil keuntungan duniawi dari dakwah ini, maka bersiaplah untuk berkemas meninggalkan barisan dakwah ini. Biarlah mereka hidup dalam kelompok yang dapat memenuhi kebutuhan nafsu dan syahwat mereka sampai Allah menentukan keputusanNya. Semoga Allah menghindari kita dari penyakit “Wahn” (cinta dunia, takut mati). Wallahu’alam bishshowab.

Dakwah Kita Hari Ini..!!

Sudah lelah kah kau kawan atas perjuangan dakwah ini?? Hhmm mungkin jadwal syuro yang padat itu membuatmu lemah?? Atau tak pernah punya waktu istirahat di akhir pekan yang kau gusarkan?? Atau pusingnya fikiranmu mempersiapkan acara2 bertemakan dakwah yang membuatmu ingin terpejam?? Atau panasnya aspal jalanan saat kau aksi yang ingin membuatmu “rehat sejenak”??? atau sulitnya mencari orang yang ingin kau ajak ke jalan ini yang kau risaukan?? Atau karena seringnya juniormu meminta infak2mu yang membuatmu ingin menjauh??

Dakwah kita hari ini hanya sebatas ‘itu’ saja kawan.hehe bukan ingin melemahkan tapi izinkan saya showing kali ini…. Taukahkau Umar bin Abdul Azis?? Tubuhnya hancur dalam rangka 2 tahun masa memimpinnya…2 tahun kawan, Cuma 2 tahun memimpin tubuhnya yang perkasa bisa rontok..kemudian sakit lalu syahid…sulit membayangkan sekeras apa sang khalifah bekerja…tapi salah satu pencapainya adalah..saat itu umat kebingungan siapa yang harus di beri zakat…tak ada lagi orang miskin yang layak di beri infak…

Apakah kau lelah berdakwah kawan…saat baru kau rasa ternyata selain indah dakwah itu banyak konsekuensinya… Memang seperti itu dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu.
Berjalan, duduk, dan tidurmu.

Tapi syekh Mustafa masyhur mengatakan “jalan dakwah ini adalah jalan yang panjang tapi adalah jalan yang paling aman untuk mencapai RidhoNya” ya kawan, jalan ini yang akan menuntun kita kepada RidhoNya…saat Allah ridho..maka apalagi yang kita risaukan?? Saat Allah ridho…semunya akan jauh lebih indah…karena Syurga akan mudah kita rasa..

Rasulallah begitu berat dakwahnya..harus bertentangan dengan banyak keluarga yang menentangnya..mushab bin umair harus rela meninggalkan ibunya..Salman harus rela meninggalkanseluruh yang dia kumpulkan di mekkah untuk hijrah…Asma binti Abu Bakar rela menaiki tebing yang terjal dalam kondisi hamil untuk mengantarkan makanan kepada ayahnya dan Rasulallah, hanzholah segera menyambut seruan jihad saat bermalam pertama dengan istrinya, Kaab bin malik menolak dengan tegas suaka raja ghassan saat ia dikucilkan…

Billal, Ammar, keluarga yasir..mereka kenyang dengan siksaan dari para kafir, Abu Dzar habis di pukuli karena meneriakkan kalimat tauhid di pasar, Ali mampu berlari 400 KM guna berhijrah di gurun hanya sendirian, Usman rela menginfakkan 1000 unta penuh makanan untuk perang tabuk, Abu Bakar hanya meninggalkan Allah dan Rasul Nya untuk keluarganya…Umar nekat berhijrah secara terang terangan, Huzaifah berani mengambil tantangan untuk menjadi intel di kandang musuh,

Thalhah siap menjadi pagar hidup Rasul di uhud, hingga 70 tombak mengenai tubuhnya, Zubair bin Awwan adalah hawarii nya rasul, Khansa merelakan anak2nya yang masih kecil untuk berjihad, Nusaibah yang walopun dia wanita tapi tak takut turun ke medan peran, Khadijah sang cintanya rasul siap memberikan seluruh harta dan jiwanya untuk islam, siap menenangkan sang suami dikala susah..benar2 istri shalihah ^_^

Atau mari kita bicara tentang Musa…mulutnya gagap tapi dakwahnya tak pernah pudar…ummatnya seburuk buruknya ummat, tapi proses menyeru tak pernah berhenti…atau Nuh, 900 tahun menyeru hanya mendapat pengikut beberapa orang saja..bahkan anaknya tak mengimaninya…Ibrahim yang dibakar namrud, Syu’aib yang menderita sakit berkepanjangan tapi tetap menyeru…Ismail yang rela di sembelih ayahnya karena ini perintah Allah…

Atau izinkan saya bicara tentang Hasal Al Banna yang di bunuh oleh Negara nya sendiri karena dakwahnya..tak boleh ada yang mendekati jazadnya atau penjara tempatnya…hanya di kuburkan oleh ayahnya dan saudara2nya, atau Sayyid Qutbh yang berakhir di tiang gantungan..atau Ahmad Yassin yang dengan lumpuhnya tapi dapat membangkitkan semangat jihad para pemuda palestina, atau fathi farhat di usia mudanya menjadi pejuang tangguh hamas..

Atau kita bicara orang2 shaleh di Indonesia…Almarhum Rahmat Abdullah yang menangis memasuki gedung DPR, Ustad Mashadi yang menangis saat di masukkan ke panitia Anggaran DPR, Atau Hilmi Aminuddin yang ayahnya di bunuh oleh rezim terdahulu tetapi menyerukan kepada kader dakwahnya untuk memaafkan mereka dan menyerukan kepada kader dakwahnya untuk terus menyeru..terus memproduksi kebajikan, atau sang ustad penuh ilmu saiful islam mubarok…yang begitu gembira namanya tak tertera di nama2 yang lolos menjadi anggota dewan, tapi amanah tak pernah salah, akhirnya dia terpilih juga menggantikan suharna surapranata sang alim yang di angkat menjadi menteri…

Sekarang beranikah kita masih menyombongkan diri dengan dakwah yang kita lakukan…mengatakan lelah padahal belum banyak melakukan apa apa…bahkan terkadang…kita datang kepada dakwah dengan keterpaksaan, berat hati kita, terkadang menolak amanah, atau memilih amanah yang mudah2…

Kawan…dakwah kita hari ini hanya sebatas “itu2” saja he he bukan untuk melemahkan…tapi menguatkan karena ternyata yang kita lakukan belum apa apa….

Hamasah never Die….Don’t Give Up kawan!!!!

…Fuad Aris Pandong…

Hakikat Perjuangan Totalitas

Totalitas Tanpa Batas !!! itulah yang menjadi ucapan KAMMI Komisariat Sepuluh Nopember yang bisa menegangkan otot tubuh, mempercepat denyut jantung dan mengepalkan tangan para kadernya untuk berjuang menegakkan agama islam. Itu bukan hanya sekedar ucapan belaka yang tidak lebihnya diucapkan oleh orang-orang biasa. Ucapan tersebut mengandung arti yang besar dan mulia, manakala dilakukan dengan ikhlash dengan mengharap keridloan ALLOH SWT. Sungguh mulia seseorang yang telah mencapai perjuangan menegakkan agama ALLOH SWT dengan modal totalitas dan keikhlasan tersebut.

Hakikat totalitas merupakan sebuah perjuangan dengan pengorbanan sepenuhnya untuk meraih tujuan yang mulia dengan keikhlasan sebagai modal utama. Pengorbanan yang diberikan berupa jiwa, raga dan harta yang dimiliki untuk perjuangan yang dilakukannya. Mereka tegar menghadapi segala rintangan dan berusaha melewatinya dengan susah payah. Di depan mata yang terlihat hanyalah sebuah kemenangan yang telah menantikan mereka untuk dapat diraih. Keyakinan yang kuat dengan pengorbanan yang ikhlash sebuah kemenangan yang telah menantikan semakin dekat dan bisa dicapai oleh para pejuang totalitas.

Dalam sebuah perang yang dipimpin oleh seorang panglima perang islam yang tangguh dan totalitas perjuangannya telah membuktikan pada sejarah islam. Panglima tersebut memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kuat serta keikhlasannya dalam memperjuangkan islam. Pandangan yang tajam dan fokus telah memperlihatkan pada kemenangan islam. Dengan disertai oleh prajurit yang taat dan istiqomah, panglima tersebut berhasil menaklukkan sebuah negeri islam yang dikuasai oleh orang-orang kafir. Panglima dan prajurit senantiasa meningkatkan ketaqwaannya dengan menjaga keistiqomahan ibadah mereka sehingga orang-orang kafir tersebut heran dengan kekuatan yang dimilki oleh muslimin. Pada malam harinya seorang muslim taat beribadah dan bertaqorrub kepada ALLOH SWT dan pada siang harinya mereka berpuasa dengan bekerja keras bagaikan singa yang berbahaya. Itulah jiwa kaum muslimin yang telah memiliki hakikat totalitas dalam perjuangan menegakkan islam.

Dari sebuah kisah nyata tersebut, sebagai kader pengemban da’wah haruslah meniru dan melaksanakan apa yang telah dilakukan para sahabat yang sholihin tersebut. Sebuah amanah yang telah diemban sungguh berat dan memerlukan energi yang banyak. Tetapi itulah yang menjadikan seorang pengemban da’wah untuk membuktikan dirinya sebagai orang yang memperjuangkan secara totalitas dan ikhlash. Semoga amanah yang selama ini dimiliki senantiasa diperjuangkan dengan ikhlash yakni totalitas tanpa batas. Perjuangan totalitas tanpa batas tersebut hanya bisa diraih dengan keimanan dan ketaqwaan kepada ALLOH SWT dan senantiasa berdo’a dan mengharap ridloNya. Itu adalah satu-satunya kunci utama yang bisa mencapai sebuah tujuan yang telah didambakan.

Perjuangan da’wah ini tidak cukup sampai waktu tertentu. Perjuangan ini harus tetap dilakukan semampunya selama nafas ini masih ada. Hanya pengemban da’wah yang istiqomahlah yang bisa mewujudkan semua itu. Kita memohon kepada ALLOH SWT agar senantiasa menetapkan keimanan dan ketaqwaan kita serta beristiqomah dalam jalanNya. Amin.

WALLOHU A’ALAM bisshowab.

Terus berjuanglah para pengemban da’wah !!! Keniscayaan kemenangan dapat kita raih bersama. ALLOHUAKBAR!!!.

Puisi buat Pemuda Malas

Jangan bersikap tawadhu dan rendah hati
bila kerendah hatianmu jadi alasan untuk mundur dari kompetisi
Jangan pernah ingin mengalah bila hanya kamuflase untuk bersembunyi dari kelemahan jiwamu

Bumi ini gelora api yg berkobar dan debu yg berserak
mendekatlah pada api spirit
nyalakan hati yg lemah
penuhilah kalbumu dg kemarahan
marah karena malas
marah karena tak pernah dewasa
marah karena lemah hati
marah karena tidak marah melihat kemajuan sedang kita selalu dalam kemunduran

Menjauhlah dari debu yg berserak
karena debu tak pernah ciptakan sejarah
karena debu adalah sampah yg selalu diinjak-injak waktu
Tawadhulah di saat kemenangan
karena saat itu kau bagai sedang berdiri di antara gunung dan ngarai
terus naik ke puncak berikutnya
atau meluncur ke ngarai yg terjal

Menangislah di saat kalah
karena air matamu akan jadi saksi
bahwa dirimu tak menghendaki kekalahan itu
bahwa dirimu tak ingin jadi serpihan arang
bahwa dirimu juga memimpikan gelora api kemenangan
bahwa dirimu ingin sekali ‘bertobat’
bertobat untuk tidak lagi berkubang dalam lumpur kemalasan
dalam genangan perilaku tiada guna
dalam lilitan kelemahan jiwa

Pemuda itu cahaya dan api yg menyala yg dapat menerangi kegelapan
asa dan harapan
Pemuda itu pelopor
pembawa obor masa depan
penggerak nurani tua yg gersang

Pemuda itu Enerjik
dinamis
gelisah
selalu bergeliat
tak sabar akan waktu yg lambat
marah pada kondisi stagnan yg tak berubah
karena perubahan bukti harapan
karena kemajuan tanda kedinamisan
karena kediaman adalah kematian
walau jasad bergerak
walau jantung berdegup
tapi jiwamu mati
dan liang kuburmu
adalah dirimu sendiri

http://afatih.wordpress.com/2005/10/03/puisi-buat-pemuda-malas/

Taujih Buat Kader KAMMI

Ini juga tulisan kader di buku tamu, yang dipindah kesini oleh operator krn dirasa cukup panjang

Bismillah…
Bahan renunganku saat ini,
Sebelum aku melangkah jauh….

“Qiyadatu mukhlishoh wa jundiyatu muthi’ah”
(Pimpinan yang ikhlas dan kader yang loyal)

Kata-kata di atas merupakan salah satu jargon lahir dalam ranah tarbawiyah, menunjukkan salah satu bentuk pola hubungan timbal balik antara para qiyadah dengan para junud.

Keikhlasan qiyadah-lah yang akan menumbuhkan adanya keta’atan dari para junud. Keikhlasan yang tidak hanya keluar dalam tataran verbal semata tapi terlihat dalam tataran ‘amal. Dalam cara pandang yang lain, contohnya, keikhlasan tersebut nuansanya akan bisa juga terlihat dalam cara berbicara, cara berpakaian, cara tersenyum bahkan dalam cara memberikan instruksi/arahan, nuansa keikhlasan kentara terasa. Dengan keikhlasan seperti inilah maka para junud merasakan adanya kenyamanan berada dalam arahan dan bimbingan para qo’id tersebut. Kenyamanan inilah yang nantinya menghasilkan sikap keta’atan dari para junud. Dalam kondisi inilah dengan sendirinya sikap tsiqoh akan muncul.

Namun jangan dilupakan pula, sebaik-baiknya taujih adalah taujih robbani. Dengan sendirinya unsur utama tersebut merupakan katalisator dalam pembentukan sikap tsiqoh ini.

Dalam perspektif organisasi KAMMI khususnya, tsiqoh bil jama’ah menduduki tempat yang utama, sekaligus merupakan parameter loyalitas seorang junud. Tsiqoh bil qiyadah merupakan personifikasi sikap tsiqoh bil jama’ah, inilah pemahaman yang selayaknya hadir dalam setiap junud.

“….jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya….” (QS. Al Hujurat : 6)

Rasulullah SAW marah besar kepada Harits bin Dhirar, ketika Harits bin Dhirar datang menghadap untuk melakukan klarifikasi mengapa utusan Rasulullah SAW tidak kunjung datang untuk mengambil zakat yang terkumpul.

Ternyata sang utusan, Walid bin Uqbah, memang tidak melaksanakan tugasnya dengan amanah, dia memang tidak pernah sampai ke tempatnya Harits bin Dhirar, sebaliknya malahan dia kembali lagi ke Madinah dan sewaktu melaporkan hasil tugasnya kehadapan Rasul, Walid bin Uqbah mengabarkan bahwa Harits bin Dhirar tidak mau memberikan zakat yang telah dijanjikan dan malah mau membunuhnya. Inilah yang menjadi sebab kemarahan Rasulullah SAW kepada Harits bin Dhirar.

Harits bin Dhirar tabayyun langsung ke hadapan Rasul, dengan mengatakan “Wahai Rasulullah, kaum kami telah masuk kedalam Islam dan telah mengumpulkan zakat sebagaimana yang telah engkau perintahkan. Namun sampai dengan waktu yang ditentukan ternyata utusan-mu tidak pernah tiba ke tempat kami untuk mengambil zakat tersebut. Kami takut karena kemarahan Allah dan Rasul-nya yang menyebabkan tidak adanya utusan yang datang ke tempat kami. Karena itulah saya dan pembesar-pembesar kami datang menghadapmu. ”

Dan turunlah Al Hujurat ayat 6 di atas tersebut.

Demikianlah Walid bin Uqbah, seorang sahabat dan kader dakwah pada masa Rasulullah SAW, yang telah mendapatkan kemuliaan dengan menjadi salah seorang utusan Rasulullah SAW, ternyata tidak bisa menunaikan amanah dengan baik, malah melaporkan informasi yang menyesatkan bagi Rasulullah SAW berkaitan dengan Harits bin Dhirar. Allah dan Rasul-Nya yang akan menentukan bagaimana bentuk sanksi yang akan menimpanya.

Harits bin Dhirar, sosok kader dakwah yang lainnya, begitu dia merasakan adanya ketidaksesuaian antara janji yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW dengan kenyataan yang terjadi maka sikap yang diambilnya adalah pertama melakukan instropeksi, bila ada perilaku dia dan kaumnya yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya murka sehingga tidak mengirim utusan sebagai salah satu bentuk sanksi yang diberikan, kedua, kemudian melakukan tabayyun langsung ke hadapan Rasulullah SAW dengan membawa para pembesar di kaumnya untuk menjelaskan keadaan yang sesungguhnya. (Lihat selengkapnya dalam tafsir Ibnu Katsir berkenaan dengan ayat tsb di atas).

Bila masa itu telah tiba, dimana para kader KAMMI kadang mudah terprovokasi dengan berbagai informasi yang diterima dari kanan atau kirinya. Tanpa menyadari (karena kemasan yang begitu baik, begitu ngikhwah, begitu wah…) bahwa diantara sekian informasi yang diterima itu boleh jadi ada yang sebagian dilontarkan oleh pihak yang membenci KAMMI, memusuhi KAMMI, bercita-cita agar KAMMI hancur. Maka lunturlah ketsiqohan, terkikislah keta’atan. Persis seperti apa yang Allah gambarkan dalam ayat-Nya di atas.

Wallahu a’lam.

Al-Fakirru
Takn by:[Milis KAMMI] TAUJIH BUAT KADER KAMMI
Jumat, 23 Januari, 2009 16:59

Aktivis Lilin

Tulisan ini ditulis di buku tamu,

Akan tetapi karena dirasa cukup panjang, maka operator masukkan ke tulisan kader..lumayan cocok untuk taujih

BismilLah….
Special For SC MUSYKOm..& for AlL…
INi ana dapat cerita yang cukup menarik ,
Nyambung dengan pa yang disampaikan An-Nahl 1011
Smoga jadi bahan Intropeksi:
Insya AlLoh…

Aktivis Lilin

Sebuah gambaran seorang aktifis dakwah dikampus. Gambarannya seperti ini, ketika seorang hamba memiliki kuantitas ibadah yang bertambah, maka korelasinya seharusnya positif terhadap kualitas keimanan hamba tersebut. Dalam perspektif dakwahpun seharusnya berlaku hal yang sama.Seorang aktivis, ketika frekuensi aktifitas dakwahnya semakin padat, maka seharusnya memiliki kualitas keimanan yang juga meningkat. Akan tetapi kenyataan dilapangan terlihat agak berbeda. Sering kali aktivitas yang padat justru menyerap habis kesabaran, tabungan empati, dan kedewasaan seorang da’i. ia menjadi lebih emosional, kehilangan nuansa ukhuwah, dan yang LEBIH PARAH adalah melihat AMANAH DAKWAH menjadi BEBAN. Ia merasa terjebak dalam sekedar aktifitas formal keorganisasian. Bahwa semua amalan dakwah tersebut tidak berbeda dari amalan mahasiswa lain yang menggelar music kampus. Parahnya lagi, mereka terlihat lebih hidup dengan dinamika kegiatannya, dibanding dengan nuansa yang kita miliki dalam amanah dakwah ini.

Bahkan kadang kadang setan datang dan memberikan was-was . muncul pertanyaan-pertanyaan, susah amat sih menjadi baik dihadapan orang. Atau ungkapan, ane merasa memiliki kepribadian ganda, didepan mahasiswa selalu dituntut untuk baik, tapi sebenarnya ane agak lemah ketika sendirian dan seterusnya. Hal-hal yang selanjutnya melemahkan semangat dakwah kita.

Gambaran kondisi aktivis dakwah diatas adalah gambaran aktivis lilin. Tampil sebagai da’I yang memberikan pencerahan kepada masyarakat kampus, akan tetapi secara sadar membakar habis potensi keimanan yang dimiliki. Penyebabnya adalah pemahaman yang memandang agenda dakwah berbingkai kegiatan organisasi selalu lebih utama dari agenda pembinaan. Prilaku turunnya adalah tidak jarang aktivis dakwah meminta ijin dari jadwal tarbiyah karena ada syuro dakwah. Ketika itulah keimanan tersebut tidak ter up-grade. Padahal itulah bekalan yang harus tersedia dalam agenda dakwa, sekecil apapun. Akibatnya secara sadar, karena lemahnya pemahaman, aktifitas dakwah tersebut “membakar” habis potensi dirinya. Saat ketika itu terjadi future adalah konsekuensi yang paling logis yang pasti terjadi.Tanpa kita sadari, kita sering kali terjebak dalam konteks tersebut. Semangat yang kita miliki dalam dakwah sangat kondisional. Tidak di beck-up oleh agenda persiapan yang memang dilakukan secara berkesinambungan. Tidak masalah ketika lingkungan kondusif untuk dakwah, kita akan tampil tetap optimal. Tetapi ketika lingkungan melemah, dan tuntutan dakwah hanya tersampir di pundak segelintir ikhwah, maka kitapun melemah. Tidak mustahil akhirnya semangat dakwah kita meleleh dan akhirnya padam, layaknya sebatang lilin.

Ikhwah, kembalilah kepada tarbiyah, sebagai langkah awal memulai kehidupan dakwah kita. Sebagai lingkungan yang membangun karakter mujahid diri kita. Karena dakwah ini, dalam penerapannya, tidak hanya menuliskan kisah-kisah keberhasilan dan kejayaan, melainkan juga penderitaan dan kesedihan, kisah pengorbanan yang menuntut pembuktian.
Dengan tarbiyah mari berhimpun kadalam barisan aktivis dakwah, bukan aktivis lilin. Karena tarbiyah adalah wujud langsung komitmen terhadap Allah SWT dan Rasulullah saw. Proses pembinaan diri mengarahkan kita untuk taat kepada ketetapan Allah dan Rasulullah. Yang kadang menuntut komitmen dan memajsa kelemahan diri kita. Yang juga berarti menyiapkan kita untuk dapat bertahan dalam mihnah dan beban dakwah yang berat. Bagaimakah kita melatih diri agar tidak termasuk orang-orang yang tersindir dalam firman Allah, “Apakah kamu mengira kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mreka ditimpa oleh maapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah orang-orang bersamanya:bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS.2:214)

Masihkah kitabisa merasatidak merugi?, mengurangi dan tidak mengoptimalkan kesempatan dalam pertemuan tarbiyah kita? Belum tibakah saatnya memaksa kelemahan diri untuk pada semangat kebangkitan yang sering kita cita-citakan. Kinilah saatnya kelemahan kita sampirkan. Saatnya mengkontruksi ulang semangat dakwah yang hidup dalam jiwa kita. Mengambil kesempatan yang masih tersedia untuk berhimpun dalam kemuliaan dakwah. Sehingga lahir kekuatan iman dari proses yang tersusun dan teratur. Sehingga kita bisa berdiri tegak menatap tantangan dakwah ini. Menatap kelemahan aktivis yang satu persatu gugur dalam jalan ini , sambil dengan sedih kita berkata,” biarlah mereka jika tidak ingin bertahan dalam hidup mulia ini, bahkan sekiranya hanya tersisa kesendirian dalam mengusung dakwah ini, maka itulah diri kita.
“Sebenarnya umat islam tidak kekurangan kuantitas, tetapi telah kehilangan kualitas. Kita telah kehilangan bentuk dan keteladanan manusia muslim yang kuat imannya, yang membulatkan dirinya untuk dakwah, yang rela berkorban dijalan dakwah dan jihad fisabilillah., dan yang senantiasa istiqomah sampai khir hayatnya. Maka marilah kita beriltizam dengan tarbiyah dan janganlah kita ridha menukarnya dengan cara-cara yang lain. Inilah arahan yang mengajarkan kita tentang tujuan dari sebuh kerisauan. Satu perasaan yang senantiasa kita butuhkan untuk memantapkan satu kata dalam konsep diri kita …KEDEWASAAN. Kerisauan inilah yang seharusnya kita yempatkan diatas rel yang benar. Kepada umat dan kader dakwah ini, risau karena kualitas, dan bukan hanya pada kuantitas. Risau pada diri kita, kepada keluarga, dan kepada seluruh manusia yang telah dan akan membangun interaksinya dengan kita. Interaksi spesifik, interaksi ketaatan, interaksi dakwah.”(taujihad yang disampaikan Syaikh Mustafa Masyhur)

nb:
Isi buku control amal yauminya y…
Sebenarnya bukan karena buku itu,tapi lebih pada…
buku tersebut untuk mempermudah antum untuk controlingnya,
Karena fitrah manusia dalam keterbatasan mengingat sesuatu,
sadar atau tidak, bahwa jmemori atau daya ingat manusia itu terbatas.
Serta untuk mengetahui grafik amal yaumi antum perharinya…
Meningkatkah… atau menurunkah???
Hanya antum dan Allah yang tahu,…
Allahu’alam bi showab…
Mari saling mengingatkan!!!!
Hamasah!!!
Bangkit Dobrak Stagnasi!!!

By:Ta’Lim Div
KD 08/09 KAMMI IOII

Belajar Dari Hewan Kecil – SEMUT-

Masih ingatkah dengan melisa dengan lagu “semut-semut kecil” nya??

“Semut-semut kecil

saya mau tanya

apakah kamu

didalam sana tidak takut cacing???”

the_ant_bully

memorial 15 tahun yang lalu mungkin, tapi kemarin waktu syuro DEP. HUMAS, akh jamal selaku kadiv jaringan menyinggung sedikit tentang semut ini melalui taujihnya

Filosofi Semut
Jim Rohn

Sudah bertahun-tahun saya mengajarkan anak-anak tentang konsep
sederhana namun sangat hebat, yaitu Filosofi Semut. Semut mempunyai empat
filosofi yang luar biasa. Yaitu: Continue reading Belajar Dari Hewan Kecil – SEMUT-